Selasa, 07 Juli 2020

Batik Mendapatkan Tempat di Hati Beberapa Milenial

Bermula dari satu titik, batik sudah lewat perjalanan panjang. Sekarang, batik bukan lagi cuma punya beberapa tetua yang mapan. Batik telah jadi sisi dari pola hidup beberapa kawula muda.

Golongan muda tidak enggan lagi berbatik. Mereka tidak sebatas kenakan kain tradisionil itu untuk baju, membuatnya dialek performa. Cukup banyak dari mereka yang belajar mengenali, pelajari, sampai membuat sendiri.

Seperti diterangkan ahli batik, Tumbu Rahadi Ramailan, batik ialah satu proses. Tehnik celup rintang dengan malam untuk perintangnya. Batik bukan sebatas motif.

Apakah itu batik telah mulai dimengerti oleh generasi milenial yang diketahui gawat. Dalam satu dialog mengenai batik di Jakarta, photografer Anton Ismael mendapatkan, hadirin menyangkutkan batik dengan canting, lukisan di atas kain, warisan budaya, sampai untuk ciri-ciri serta jati diri bangsa Indonesia.

Tingginya ketertarikan serta pandangan golongan milenial pada batik, membuat beberapa dari mereka yang tidak cuma mengambil peranan untuk customer. Ya, golongan muda juga mulai ikut dalam pelestarian warisan budaya bangsa ini.



Mereka mulai mengumpulkan batik catat. Ada juga yang terdorong membuat macam baju memiliki bahan batik dengan potongan modern. Terakhir justru mulai banyak muncul generasi baru beberapa pembatik, yang pahami apakah itu batik serta ingin membuat sendiri motif batik yang dipandang sesuai eranya.

Jenama-jenama seperti Sejauh Mata Melihat seragam batik , Alleira, serta Lennor hanya tiga dari banyaknya yang dipandang sebagai wakil budaya terkenal. Beberapa karya dipandang bagus oleh beberapa milenial, sebab memakai batik untuk salah satunya bahan fundamen.

Beberapa hal ini dengan cara langsung atau mungkin tidak, punya pengaruh pada industri batik. Sama seperti yang berlangsung di Solo contohnya. Industri batik Laweyan yang pernah mati suri beberapa puluh tahun, rodanya sekarang tidak sebatas mulai berputar-putar lagi, serta meluncur cepat.

Semacam apa perjalanan batik di Indonesia yang semula dipandang seperti baju orangtua tetapi sekarang disukai anak muda? Laporan kesempatan ini akan mengupasnya.

Memeriksa asal tuturnya, batik datang dari bahasa Jawa, yakni amba, yang bermakna 'menulis' serta tik yang berarti nitik atau "membuat titik". Arti itu selanjutnya bertumbuh jadi kata batik. Batik dengan cara luas berarti proses menggambar motif pada kain dengan memakai lilin (malam) yang dipanaskan serta diteteskan pada kain memakai canting.

Pengertian batik ini sudah disetujui pada Konvensi Batik Internasional di Yogyakarta pada 1997. Meskipun begitu, warga pemula teranjur pahami batik untuk corak atau motif kain yang ciri khas tradisionil bukan untuk proses.

Seni menggambar di atas kain mori ini sudah ada semenjak jaman Majapahit dan bertumbuh ke seantero Nusantara bersamaan penebaran agama Islam. Kecuali untuk komoditi dagang, batik menebar ke luar keraton.

Saat waktu penjajahan Belanda, seringkali berlangsung peperangan yang mengakibatkan keluarga kerajaan pindah serta tinggal di beberapa daerah lain seperti Banyumas, Pekalongan, serta ke wilayah timur Ponorogo, Tulungagung. Perihal ini pula yang membuat batik makin diketahui di golongan luas serta sampai ke luar pulau Jawa.

Walau telah menebar di seantero nusantara, kegairahan kenakan batik baru ada semenjak seputar 2008 saat negara tetangga Malaysia mengakui batik untuk seni budaya yang datang dari negeri itu. Masalah ini makin memanas bersamaan menyebarnya pemakaian sosial media seperti Facebook serta Twitter sebagai tempat buat orang Indonesia untuk mematahkan klaim dari Malaysia.

Tanggal 3 September 2008 adalah titik awal proses nominasi batik Indonesia ke UNESCO. Serta beruntunglah satu tahun selanjutnya rupanya batik Indonesia dengan cara sah disadari UNESCO saat dimasukkan ke Daftar Representatif untuk Budaya Tak-benda Warisan Manusia (Representative Daftar of the Intangible Cultural Heritage of Humanity dalam sidang ke-4 Fourth Sesi of the Intergovernmental Committee) mengenai Warisan Budaya Tak-benda di Abu Dhabi pada 2 Oktober 2009.

UNESCO mengaku jika Batik Indonesia memiliki tehnik serta lambang budaya sebagai jati diri rakyat Indonesia dari mulai lahir sampai wafat. UNESCO memberikan contoh bayi Indonesia digendong dengan kain batik bercorak lambang yang bawa peruntungan, serta orang yang wafat juga tertutupi dengan kain batik waktu dimasukkan pada liang kubur.

Pernyataan dari UNESCO itu selanjutnya disertai dengan Ketetapan Presiden Nomor 33 Tahun 2009 yang memutuskan tanggal 2 Oktober untuk Hari Batik Nasional. Walau bukan untuk hari libur nasional, surat ketetapan itu diterima dengan rasa bangga oleh warga.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan jika penetapan oleh UNESCO dapat tingkatkan citra positif serta martabat bangsa Indonesia di komunitas internasional dan menumbuhkan kebanggaan serta kesayangan warga pada kebudayaan Indonesia.

Mulai sejak itu warga Indonesia makin bangga serta suka kenakan batik. Beberapa karyawan sekarang mulai terlatih menggunakan batik khususnya di hari Jumat. Solidaritas serta kebanggaan dalam menggunakan batik seringkali mereka perlihatkan di linimasa sosial media seperti Facebook, Twitter, serta Path dengan mengirim swafoto bergerombol ke account semasing.

Waktu perayaan hari batik nasional tahun kemarin, contohnya, frasa "Selamat Hari Batik Nasional" menempati rangking pertama viral topic Twitter di Indonesia. Ini jadi cerminan begitu besarnya hasrat warga pada batik.

Serta, lewat Surat Edaran nomor SE-11/SESKAB/X/2013 tertanggal 1 Oktober 2014, Sekretaris Kabinet minta beberapa menteri dan semua Instansi Pemerintahan Non-Kementerian supaya memerintah semua pegawai di bawah korps-nya untuk kenakan batik pada tanggal 2 Oktober 2014. Anjuran ini dikatakan pada semua kepala wilayah dari mulai Gubernur, Bupati atau Walikota di semua tanah air.

Sekarang, baju batik tidak lagi sama dengan acara-acara tradisionil di wilayah. Acara nontradisional juga sekarang sering diwarnai beberapa baju serta aksesories bercorak batik. Batik tidak cuma jadi trend baju untuk acara kondangan pernikahan atau acara resmi yang lain.

Beberapa golongan dari mulai pekerja kantoran, wiraswasta, pekerja seni, sampai pelajar serta mahasiswa mulai kenakan pakaian batik. Batik sudah jadi salah satunya wastra (kain) nusantara yang dibanggakan.

Bukti jika batik telah jadi sisi dari style berbusana warga Indonesia terlihat dalam hasil jajak opini KOMPAS. Setengah responden yang sukses terjaring dalam jajak opini akui mempunyai baju memiliki motif batik lebih dari pada lima potong. Serta, 37 % responden akui simpan baju batik lebih dari pada 11 potong dengan beberapa mode di almari mereka.

Batik memang makin disukai karena manfaatnya tidak terbatas untuk acara-acara resmi. Beberapa kantor pemerintah serta perusahaan swasta mengharuskan karyawan kenakan pakaian batik pada hari-hari spesifik.

Motifnya juga tidak selalu harus seragam. Karyawan di beberapa perusahaan bebas memakai baju batik dengan motif sesuai hasrat semasing. Buat beberapa pekerja kantoran, hari Jumat jadi hari harus kenakan pakaian batik. Tanpa ada diharap juga banyak karyawan baik lelaki atau wanita suka-rela berbatik ria ke kantor.

Motif batik jadi trend seragam sekolah. Banyak lembaga pendidikan yang mengharuskan murid-muridnya kenakan pakaian batik. Terangkatnya pamor batik Nusantara tidak terlepas dari kreasi beberapa perancang baju yang sering masukkan macam motif batik dalam perancangan baju kekinian serta aksesorinya.

Baju memiliki motif batik makin banyak disukai warga sebab condong fleksibel serta gampang sesuai untuk bermacam momen acara tanpa ada cemas berkesan kuno atau tertinggal jaman.

Bersamaan menyebarnya kegairahan anak muda kenakan batik dalam acara-acara resmi serta non-formal, golongan perancang baju juga terdorong untuk mengadakan Batik Fashion Week pada 2015. Ide minggu model batik dirintis oleh beberapa anak muda yang berasa seringkali "mati style" waktu menggunakan batik. Mereka ingin hilangkan perasaan gagap untuk menggunakan batik untuk baju setiap hari.

Ada waktu dimana batik bukan baju yang mencapai golongan luas. Laweyan, Solo ialah saksi bisu riwayat batik. Di ruang seluas 24 hektar itu, narasi perjalanan batik membujur dari ujung ke ujung.

Riwayat bermula di jaman Kesultanan Pajang pada masa 1500-an. Laweyan--yang sekarang jadi tempat wisata namanya Kampung Batik Laweyan--merupakan pusat bernaungnya beberapa saudagar batik.

Ialah Kyai Ageng Henis yang mengenalkan batik pada masyarakat di seputar Pajang--salah satu dusun di Laweyan--pada awal era ke-16. Semenjak itu perlahan-lahan batik Laweyan mulai kesohor, sampai di-export pada awal 1930-an.

Jaman berlalu, batik juga terombang-ambing bersamaan dinamika politik negeri. Samanhoedi pendiri Sarekat Dagang Islam,pernah jaya diawalnya tahun 1900-an sampai awal era ke-20.

Lalu usaha beberapa saudagar batik di Laweyan mulai surut karena kebakaran besar di pabrik seputar tahun 1950-an. Sampai generasi keempat, tidak ada cucu juga cicitnya yang melanjutkan usaha batik Samanhoedi.

Tidak cuma Samanhoedi, saudagar batik yang lain juga ikut pailit bersamaan surutnya industri batik di Laweyan mendekati akhir tahun 60-an. Masuknya mesin tekstil kekinian ke Surakarta di tahun 1970-an meningkatkan kemerosotan Laweyan untuk pusat batik.

Produksi batik cap cuma capai 20 sampai 30 kodi satu hari. Untuk bikin selembar batik catat, perlu waktu dua sampai empat bulan. Sesaat batik yang diciptakan mesin dapat dibuat dengan cara massal dalam waktu cepat. Jadilah 30 tahun selanjutnya untuk waktu kegelapan industri batik Laweyan.

Mendekati tahun 2000, golongan muda Laweyan terganggu kemasyhuran waktu dulu kampung mereka. Bersama-sama beberapa pebisnis batik yang masih ada, Muhammad Gunawan mengawali usaha menghidupkan Laweyan.

Mereka share pekerjaan membenahi taktik. Mengawali produksi serta membuat gagasan teritori Laweyan untuk tempat wisata budaya. Berdiri juga organisasi pengelola teritori Komunitas Peningkatan Kampoeng Batik Laweyan (FPKBL) pada September 2004.

Pada akhirnya mereka mendapatkan suport pemerintah Solo dengan Jokowi untuk wali kota. Konservasi 30 rumah kuno bersejarah jadi titik tolak peningkatan Laweyan untuk tempat wisata, cagar budaya, serta industri batik. Kampoeng Batik Laweyan terbagi dalam daerah pokok Kelurahan Laweyan, serta daerah peningkatan mencakup kelurahan Bumi, Purwosari, Sondakan serta Pajang.

Dana beberapa ratus miliar Rupiah juga digulirkan pemerintah pusat serta pemerintah kota. Pada akhirnya pada 2004, pemerintah kota Solo mencanangkan Laweyan untuk kampung batik. Tidak itu saja, ada juga payung hukum atas karya batik Laweyan. Sekitar 215 motif batik dari Laweyan sudah dipatenkan. Sekarang, Laweyan sudah menghisap beberapa ribu pekerja dengan omzet pemasaran beberapa ratus juta rupiah tiap bulan.

Satu nama yang tidak lepas saat mengulas batik ialah almarhum Iwan Tirta. "Bicara batik ya Iwan Tirta." Demikian kata peragawati terkenal Indonesia Ratih Si. Nusjirwan Tirtaamidjaja atau yang diketahui dengan nama Iwan Tirta memang lekat dengan batik.

Perancang ini bak orangtua buat batik. Kepadanya Iwan Tirta membaktikan hidup sampai akhir hayat. Dia mengasuh serta membesarkan nama batik, sampai populer di luar negeri. Tidak bingung bila dia dipanggil pakar batik.

Walau bertitel master hukum dari Yale University, kesayangan Iwan Tirta pada batik lah yang membangkitkannya untuk banting setir. Semenjak tahun 60-an, dia memperdalam batik.

Minatnya pada batik mulai muncul semenjak dia pelajari tarian keraton Kasunanan Surakarta. Iwan juga mendokumentasikan serta berkemauan melestarikan batik. Riset yang didanai John D. Rockefeller III itu dirangkumnya dalam buku Batik, Patterns and Motifs (1966).

Tidak cuma konsentrasi pada baju, Iwan tuangkan kreasi membatiknya dalam bentuk lain. Bukan sebatas di atas kain dan juga perak, serta keramik.

Iwan kembali lagi menulis pandangan serta pengalamannya mengenai batik dalam buku Batik, A Play of Light and Shades (1996). Sambil terus berkreasi, Iwan mendokumentasikan motif batik tua di Solo. Termasuk juga punya Puri Mangkunegaran.

Pengetahuannya yang kaya motif batik dia pakai untuk meningkatkan motif baru. Beberapa karya Iwan punyai keunikan, warna cerah serta motif memiliki ukuran besar. Dia mencipta trend tehnik prada--pewarnaan keemasan--dalam beberapa karya batik.

Ditengah-tengah eranya berkreasi, Iwan pernah mengungkapkan pikirannya pada Ibu Negara Ani Yudhoyono--kala itu. Bagaimana dia prihatin akan situasi pendidikan, analisa, serta kekuatan Indonesia mempromokan batik.

Menurut Iwan ada tiga hal sebagai kemampuan batik Jawa yang tidak dapat ditiru negara lain. Tehnik memakai malam serta canting, pakem berbentuk macam hias dengan fundamen geometris serta nongeometris, dan hubungan erat dengan budaya lain serta ketidakterikatan dengan satu agama spesifik.

Perhatiannya pada batik dijaga Iwan melalui sikapnya yang menghormati pakem batik. Tidak bingung bila dia terima Karunia Kebudayaan 2004 kelompok individu perduli adat.

Semasa berkreasi, Iwan sering membawa karyanya ke beberapa seluruh dunia. Mengenalkan batik ciri khas Indonesia di luar negeri. Sempat juga karyanya ada dalam majalah Vogue terbitan Italia. Tidak main-main, enam karyanya ada dalam photo karya Eric Chang di majalah model itu.

Sangat banyak yang sudah dilaksanakan Iwan untuk batik, membuat tertera untuk salah satunya seniman punya pengaruh di dunia menurut TIME. Dalam perincian itu, Iwan disamakan dengan seniman punya pengaruh lain seperti Beethoven serta Mozart.

Sampai akhir hayatnya, 31 Juli 2010, Iwan setia meningkatkan motif serta produksi batik dan ikut merawatnya. Dia sukses mengusung batik untuk benda seni yang menjadi sisi dari pola hidup di, atau luar negeri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar